Tifa at-Taqiya ...

Write your dream on the paper with a pencil hope, and let Allah erases some part to change with great story..

Sabtu, 16 Juni 2012

Graduation for All


Bulan ini menjadi salah satu bulan yang paling mendebarkan bagi rakyat Indonesia, khususnya pelajar. Selain bulan ini lahirnya pancasila,terus mungkin jadwal nikahan orang, ataupun bulan untuk melahirkan, tapi ada SATU yang setiap tahun menjadi sorotan bagi kita semua. Ia adalah Pengumuman Kelulusan. Bagi anak yang masih bau kencur khususnya yang biru – biru dan abu – abu. Ini merupakan momen bersejarah, sampe2 harus nyiapin pylox untuk diukir dalam seragam. Begitu pentingnya , ampe – ampe siapin tali rapia buat buat bunuh dari kalo gak lulus.

Uhhh.. jleb, kok dalem sih peri cantik!. Nah ini, bukannya dalem tapi memang begitu kenyataannya. Sebegitu pentingnya kelulusan dianggap, hingga mengorbankan semuanya. “ ya iyaaallaah kalo gak lulus gimana mau kuliah ? kan malu”. Ya ya betul, peri cantik bisa mengerti hal itu. Namun di sini, yang akan peri cantik garis bawahi adalah tentang paradigma lulus itu sendiri dengan kaitannya dengan sistem pendidikan sekarang. ( ooh bahasanya berat euuy)

UN yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai syarat kelulusan, kini bukannya memotivasi pelajar giat belajar. Justru menjadi momok, bagi pelajar di Indonesia. Mental pelajar yang lemah, membuat UN menjadi majikan mereka untuk berbuat kecurangan . Paradigma pelajar Indonesia dalam memaknai arti keberhasilan dalam belajar, akhirnya hanya seputar situ – situ saja alias nilai doang. Mereka memaknai bahwa ketika sudah lulus 
 UN dengan nilai baik, berarti sudah berhasil menempuh pendidikan menengah. Padahal kita tidak bisa menyimpulkan , hanya dengan 3 hari bertarung melawan ujian berarti ia sukses selama 3 tahun belajar.Inget pendidikan Islam mengajarkan kita melihat segala sesuatu dari proses bukan hasil. Hasil mungkin ,memang cerminan keberhasilan seseorang. Namun , itu tidak menentukan 100 %.


Karena persepsi yang salah, serta rendahnya taraf berfikir pelajar Indonesia. Maka mereka pun melakukan apapun demi mencapai kelulusan tersebut. Membeli kunci jawaban, menyontek teman, membuka buku , dll. Justru sekalipun mereka lulus, ada satu hal dari mereka yang hilang. Yaitu keintelektualitas mereka. Bagaimana mungkin calon generasi bangsa, rela melakukan sebuah perbuatan hina demi segores tinta bertuliskan “lulus”. Lalu, kalo begitu sudah jelas sekali masa depan negeri ini. Tak heran kalau negeri ini hanya bisa menang angka namun minim penemuan.

Nah , dari situ , semua ini tak lepas dari sistem pendidikan saat ini. Sistem pendidikan kapitalis hanya mencetak seorang “pekerja” bukan penemu. Para pelajar akhirnya hanya focus bagaimana mendapatkan nilai yang bagus bukan bagaimana menemukan dan menciptakan hal2 baru. Selain itu , mengapa hal ini terjadi, sebab terjadi hubungan yang  tidak sinkron antara tuntutan pemerintah terhadap pelajar Indonesia dengan fasilitas yng diberikan oleh pemereintah. UN merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang kontradiksi. Disatu sisi, pemerintah memberikan standar Ujian sional di seluruh provinsi di Indonesia. Namun, bagaimana nasib para pelajar di pedalaman sana yang mendapatkan kualitas pendidikan jauh dengan kota besar. Jangan guru yang berkualitas, gedung saja belum tentu punya.

Bagi peri cantik ! ini adalah hal nyeseeuuukk banget. Jelaslah , akibat sistem pendidikan kita yang gak jelas ini. Nasib, anak bangsa harus dikorbankan. Swastanisasi pendidikan juga makin memberatkan rakyat, seolah – olah hanya rakyat kayalah yang mampu menikmati sekolah dengan kualitas internasional. Katanya ingin memajukan anak bangsa? Namun kenapa kebijakan pemerintah seolah – olah menghambat itu semua. Jika ‘kami “ bodoh siapakah yang akan melanjutkan kepemimpinan angsa ini? Apakah orang kaya saja ? tentu tidak. So , siolusi yang gak bosan2 peri cantik sampaikan adalah diterapkannya sebuah sistem yang mampu melaksanakan pendidikan terbaik. Dalam sistem ini, para pemuda ditargetkan mejadi kaum intelektual dan penemu hal – hal baru,bukan untuk bekerja. Pendidikan dianggap sangat penting, hingga semua rakyat dapat menikmatinya baik yang muslim maupun nonmuslim. Ilmu dianggap begitu berharga, hingga para penulis dibayar sesuai dengan berat buku yang ia buat. Bahkan, saking barat begitu mengaggumi sistem pendidikan ini, eropa pun banyak mengirimkan utusannyake negeri ini. Apakah negeri itu dan bagaimana sistemya ? Ia adalah sistem Islam dalam naungan khilafah. Telah terbukti, dengan sistem pendidikan Islam daulah mampu melahirkan ilmuwan besar seperti Ibnu Sina, Maryam al – astrulabi, Al haitsam dll.

So, kalau udah tahu sistem apa yang lebih bener, ngapain pake yang lain.. Bikin capeeekk.. tahu padahal kan pendidikan buat kita semua ? aku , kamu , dia , mereka dan kitaaa semua..! so.. Rise Islam up..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar