Tifa at-Taqiya ...

Write your dream on the paper with a pencil hope, and let Allah erases some part to change with great story..

Jumat, 17 April 2015

Yakin cuma buat Allah ?


" Untuk siapa kita hidup ?". Pertanyaan ini baru benar-benar saya maknai  akhir akhir ini. Kala itu, ada sebuah pertemuan dimana saya bertemu dengan seorang kakek tua. Dari wajahnya secara umum, nampak dia seperti kakek –kakek biasa. Namun rupanya, di umurnya 70 tahun beliau masih bisa keluar sana sini. Pergi ke luar negeri sana sini. Buat apa ? Bukan buat rekreasi. Tapi buat bersyiar dan mendedikasikan hidupnya untuk dakwah.  Dari raut wajahnya. nampak betul bahwa yang ada di kepalanya hanyalah ttang dakwah dan umat. Begitu teduh dan perkataanya layaknya seorang ayah pada anaknya. Subhanallah.

Aku pun bertanya-tanya. Apakah di hari tua nanti aku akan begitu juga ? Apakah di hari tuaku aku bisa se-semangat beliau ? Padahal di masa muda begini saja masih ogah-ogahan. Inikah yang dikatakan menghabiskan umur untukNya ?
Sebelumnya aku sama sekali belum memahami betul dan menyadari sepenuhnya. Tapi melihat beliau yang sudah tua, rasanya kita kayak ditampar berkali-kali.

Kawan, ternyata memberikan hidup kita hanya kepada Allah itu bukan pekerjaan biasa. Namun ialah saat hidup kita memang difokuskan hanya untuk itu. Dakwah dan berbuat kebaikan bukanlah pekerjaan sampingan. itu artinya berdakwah dan kebaikan itu ,enjadi aktifitas primer yang tanpanya hidup kita berasa aneh. Begitu pun akhirat, ia bukan fokus sekunder dalam kehidupan. Melainkan fokus primer. Jika pikiran kita itu 100 %, maka seharusnya 80 % diisi oleh pikiran bagaimana caranya agar dakwah bisa berjalan. Bagaimana agaar kita bisa diridhoi oleh Allah. Bukan akhirnya 40 % untuk dakwah , 60 % yang sisa untuk kuliah atau karir. Bukan.  Itu berarti fokus utama kita masih dunia.  Sayangnya di kenyataan , kita sering kali berbalik. Jujur, saya Latifah Nurhidayah binti Beni Hartono.. masih demikian. Kalo refleksi, kayaknya pikiran diotak saya lebih banyak tentang kuliah dibanding dakwah atau perbaikan diri menuju ridha Allah. Dan kamu tahu apa ? Tandanya kita masih menjadikan akhirat dan ridho Allah di urutan no 2.  


Nge-Judge banget ya pernyataan saya ? Gpp lah.. diri ini kudu dikerasin biar nyadar.

Terus gimana ngedeteksi apakah kita memang serius menjalani hidup untuk keabadian alias akhirat ? Gimana caranya ngedeteksi bahwa yang jadi pikiran primer kita adalah akhirat ?

 Simple unutk mendeteksinya. Cek saja perasaan kita. Apakah kita lebih kesal saat kebaikan dalam hidup kita tak optimal. Atau lebih kesal saat  tak mampu dapat nilai bagus  di ujian ? Atau untuk mendeteksi fokus utama pikiran kita. Mari kita cek.. lebih sering memikirkan strategi kuliah dan masa depan duniawi.. atau lebih sering memikirkan efektifitas dakwah ? silahkan kita jawab masing-masing.  Saya nulis ini bukan berari mendikotomi aspek kehidupan ya. Tapi hanya berusaha untuk meluruskan pemahaman saja. Sebab kita sering bilang .. tujuan hidup kita untuk beribadah kepada Allah. Tapi kita sering lupa, bahwa rupanya kehidupan kita lebih disibukan pada aktifitas keduniawian.

Bagaimana jika memang kuliah atau karir kita memaksakan sebagian waktu dari 24 jam jatah kita tersita untuk itu ? berarti manfaatkan lah waktu itu sebaik-baiknya. Dan jadikanlah waktu kuliah tadi sebagai ladang untuk mencari pahala.. dengan cara amar ma’ruf nahi munkar, berbuat kebaikan dsb.

Saya pernah dapet kata-kata yang njleb banget.
“ Living for Allah means focusing less on who you are, and focusing more on Allah wants to be” artinya Hidup untuk Allah berarti sedikit fokus akan siapa dirimu, dan fokus dengan apa yang Allah inginkan dari mu .”( kurang lebih gitu.. jelek kalo diartiin tanpa modif)


Silahkan anda punya cita-cita setinggi mungkin.
Tapi ingatlah dan tanyakan pada diri ini. “ Untuk siapa kita hidup ?”
Apakah untuk Allah ? atau diri sendiri.
Jawabannya kini ada di aktifitasmu sekarang.  
So,mari kita muhasabah diri kita . Hisab diri kita sebelum Allah menghisab kita.
Wallahu’alam

# Tulisan ini tifa buat, juga sebagai cambuk atas diri sendiri yang begitu lemah melawan hawa nafsu. Tulisan yang tifa buat bukan berarti tifa pun sudah terbebas dari hal ini... justru berusaha untuk menjadi pribadi yang terbaik di sisi Allah. Semoga Allah melindungi kita semua dari penyakit hati. Amiin.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar