Tifa at-Taqiya ...

Write your dream on the paper with a pencil hope, and let Allah erases some part to change with great story..

Jumat, 27 Maret 2015

Bermimpi karena Allah

Sudah hampir 2 tahun aku kuliah. Dan Alhamdulilllah Allah memberikan banyak sekali pelajaran hidup yang luar biasa. Salah satunya dari  teman-teman sma ku yang luar biasa. Aku lihat di sosmed. Ada yang jadi ketua organisasi, jadi pembicara, jadi orator, jadi kordinator acara , lomba tingkat nasional  ini itu . Subhanallah . Bangga punya teman seperti mereka.  Kadang jadi kepikiran.. hmm aku ? Dari fakta yang aku lihat tersebut, akhirnya   banyak terselip mimpi –mimpi yang aku harapkan dapat terwujud.

Namun, belakangan ini aku baru saja mengalami rentetan kejadian yang mmbuat aku sedikit faham
tentang arti sebuah mimpi.  Kebanyak orang ketika dia bermimpi, ia  membuatnya sesuai dengan keinginnnay. Kemudian lantas mengejarnya dan berusaha sekuat tenaga agar ia tercapai. Namun , kadang ada satu hal yang terlewat.  Sebelum kamu bermimpi, mari tanyakan pada diri kita sendiri. Kenapa kita bermimpi demikian ? Kenapa kita punya mimpi seperti itu ? Apa tujuannya ? Apakah kita bermimpi untuk mendapatkan pujian orang ?  atau meraih prestasi diri ? atau hanya untuk kepuasan intelektual ? atau yang lain.  Atau kah memang  mimpi itu kita semaikan semata untuk menjadi jembatan menuju keridhoan Allah.  Sebagai contoh, misalnya kita ingin sekali suatu hari kelak menjadi orator dalam suatu / event besar . Mari kita tanyakan pada diri kita, untuk apa kita punya mimpi demikian ? Apakah agar kita terlihat hebat ? Apakah karena ingin mengejar prestasi atau target pribadi ? ataukah semata karena ingin melalui lisan kitalah orang-orang tersadarkan akan Islam ?  Nah.. kurang lebih gitu.


Atau misalnya .. " Kenapa ingin jadi guru ?" , Ingin jadi guru karena gajinya gede ? Ingin jadi guru karena idaman calon suami ( katanya) ? Ingin jadi guru karena meluruskan tradisi keluarga ? Atau kah krena ingin membina dan mencetak generasi berkualitas.  Atau kenapa ingin jadi dokter ? misalnya karena ingin jadi kaya. Yupz.. gak masalah punya alasan itu. Wajarlah yaa.. mana ada orang mau hidup susah. Tapi alangkah rendahnya hidup ini jika kita mengejar pendidikan dokter bertahun2 hanya karena ingin hidup sebagai orang kaya dan tidak susah ? Lantas jika sudah jadi orang kaya, lalu apa ? Sungguh sangat mulia, jikalah alasan tersebut diselipkan semata unutk menjadi jembatan menuju ridhonya Allah. Misalnya.. ' Iya .. saya ingin jadi dokter agar penghasilannya banyak.. dengan demikian saya ga usah sibuk ngurusin uang dan bisa berdakwah giat.. dan juga ingin bisa banyak mmbantu jalan Allah melalui harta saya"

Nah.. mana yang lebih mulia ?

 Memang, kita tidak bisa lepas dari gharizatul baqa' atau naluri mempertehankan diri.Naluri ini pasti memang akhirnya meyakini bahwa ambisi, popularitas, egoisme , dan rasa nyaman itu selalui diinginkan manusia. Tapi mari kita fikirkan lagi, pantaskah kita sebagai hamba Allah yang notabenenya nnti akan menemui kematian,  justru membuat mimpi yang tak menyelipkan keridhoan Allah disana ? Bukankah hidup kita semata unutk beribadah kepada Allah.  Jujur.. aku baru benar-benar menyadari hal itu di semester 4.

Hal ini sangat penting kawan. Penting sekali. Sebab, akan berpengaruh saat mimpi itu tak tercapai. Jika mimpi kita itu dilandasi motivasi ingin mencapai ridho Allah semata. Tentu ketika mimpi itu tak tercapai, hati kita pun tetap tenang dan justru bangkit untuk menjadi lebih baik lagi. Senantiasa optimis bahwa Allah akan memudahkan jalan hambanya yang ingin berlari menujuNya. Ya .. Insya Allah. Sedangkan jika kita membangun mimpi atau membuat mimpi yang didasarkan pada pemenuhan baqa’ dan  didasarkan pada kepuasan diri. Maka ketika kita gagal , tentu akan sangat sulit untuk gagal. Dan ketika gagal rasanya akan sangat sakit. Apalagi jika kita sudah berusaha hingga mengorbankan semuanya.

Apalagi.. hidup kita semata hanya untuk Allah kawan. Pantaskah kita menyemai mimpi yang bahkan tak berpengaruh untuk kehidupan akhirat ? Pantaskah kita mengejar sebuah ambisi yang hanya berpengaruh untuk diri kita sendiri bukan untuk umat.  Bahkan ekstrim saya, jika kita mengejar mimpi yang itu hanya sarat muatan eksistensi diri tanpa berpengaruh pada kehidupan akhirat , lebih baik tinggalkan dan buang saja mimpi itu. Tapi itu ekstrim aku yaa. Karena buang-buang waktu, jikalau kita mati ? lalu apa ? toh tak berpengaruh bagi akhirat bukan ?

 Maka , mari kita koreksi mimpi-mimpi kita. Jika di masa depan kita ingin menjadi orang yang kaya, mari tanyakan pada diri kita. Mengapa kita ingin menjadi orang kaya ? memangnya apa yang spesial dari mereka ? Apakah karena ingin kedudukan yang tinggi, dan hidup yang mudah semata ?  Atau karena ingin mmpermudah aktifitas dan agenda dakwah serta bisa bershadaqah lebih banyak ? . Masalah alasan, sebetulnya itu terserah pada diri kita sendri. Yang penting jangan lupa bawa Allah disetiap mimpi kita. Mari hindari mengejar ambisi yang hanya menuhankan baqa’. Itulah yang aku sebut sebagai " Bermimpi karena Allah"


So, pesan aku. Bagi sahabat yang kini sudah memiliki mimpi, mari kita cek sebentar dan luruskan niat. Bagi yang belum memiliki mimpi.. bermimpilah ! Bermimpilah , buatlah mimpi yang mampu membuat jembatan menuju RidhaNya. Bukankah para ilmuwan di era kekhilafahan dulu bermimpi membuat pesawat, kacamata, belajar astronomi dsb semata karena ingin memudahkan kaum muslimin dalam beribadah. Dari situlah cahaya Islam dapat terasa oleh seluruh dunia, termasuk kaum non muslim. Maka bermimpilah karena Allah. Torehkan mimpimu dengan usaha, hembuskan nafas harapan melalui doa-doa. Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar