Tifa at-Taqiya ...

Write your dream on the paper with a pencil hope, and let Allah erases some part to change with great story..

Senin, 30 Desember 2013

Golput, pilihan dan tuntutan



Perhelatan besar yang seringkali disebut sebagai Pesta Demokrasi tak lama lagi akan segera berlangsung. Tinggal menghitung hari, rakyat Indonesia akan memilih siapa yang kelak memimpin negeri ini. Euforia pemilu pun kini semakin terasa. Bagaimana tidak , meski KPU belum menentukan siapa bakal calon presiden dalam Pemilu 2014 namun baik dari partai maupun independen sudah berlomba-lomba mempromosikan diri untuk mencuri hati rakyat.
 
Mengingat satu suara saja sangat berpengaruh dan berharga, wajar jika berbagai cara pun dilakukan oleh para kandidat calon beserta tim suksesnya, mulai dari mendatangi tempat-tempat yang memiliki massa potensial,  membuat berbagai akun di jejaring sosial, hingga yang paling populer adalah iklan di televisi.
Namun, pertanyaannya bagaimana respon rakyat menyambut Pemilu 2014 ini, masihkah menaruh harapan pada pesta demokrasi lima tahunan tersebut ?


Melihat dari data sebelumnya, nampaknya kita bisa membaca bagaimana pandangan rakyat mengenai kinerja politikus di Indonesia. Dalam pelaksanaan Pemilu Presiden 2009, jumlah warga yang tidak menggunakan hak pilihnya alias golput sebesar 49.677.776 atau 29, 0059 persen. Jumlah tersebut secara resmi juga dimaktubkan dalam surat penetapan KPU mengenai perolehan suara nasional pemilu legislatif. Total pemilih yang menggunakan hak suaranya 121.588.366 dari total daftar pemilih tetap (DPT) 171.265.442.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, memprediksi, jumlah warga negara yang nantinya tidak akan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2014 akan naik. Hal ini mengindikasikan kurangnya minat serta lunturnya kepercayaan rakyat saat ini hingga enggan untuk memilih.

Tentunya kita tak bisa menyalahkan rakyat. Sebab realita ini tidak terjadi begitu saja, melainkan akumulasi rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap para pejabat yang mengaku sebagai perwakilan rakyat. Di tingkat pusat, setiap saat masyarakat menyaksikan kasus tindakan korupsi politisi dan birokrasi seperti kasus Century, Hambalang, Simolator SIM, Impor Daging Sapi, dan baru-baru ini muncul kasus SKK Migas. Sederet kasus tersebut adalah sedikit dari banyak kasus lain yang melibatkan politisi dan birokrasi. 

Perlahan-lahan rakyat telah menyadari betapa rusaknya kondisi sistem di Indonesia. Berkali-kali pemilu diadakan, toh tidak ada perubahan yang berarti. Oleh karena itu, sangatlah wajar jika rakyat memilih untuk golput. Nyatanya, memilih tidak menyelesaikan permasalahan di Indonesia. Sama saja mengganti baju kotor dengan baju kotor kembali. Bukankah rakyat Indonesial telah memilih berkali-kali ? Namun kenyataannya bukan menuju perubahan yang lebih baik, malah semakin terpuruk.
Lalu apa yang diinginkan rakyat saat ini?

Sebuah survei yang dilakukan yang dirilis oleh Pew Research Center/PRC (Pusat Penelitian Pew) yang berbasis di Amerika Serikat  menyatakan bahwa mayoritas muslim di Indonesia menginginkan penerapan syariah di Indonesia. Survei itu mengungkapkan, 72 persen penduduk Indonesia menginginkan syariah Islam sebagai "hukum resmi negara”. Ketika ditanyakan kepada mereka tentang partai politik Islam yang ada sekarang, 57 persen parpol Islam sama dengan parpol lainnya. Hanya 31 persen yang bilang parpol Islam lebih baik. Sementara 9 persen mengatakan parpol Islam lebih buruk dibanding parpol lainnya. Namun demikian, 75 persen kaum Muslim mendukung tokoh agama memiliki peran yang besar dalam menentukan arah politik.

Hal ini membuktikan bahwa rakyat telah jengah dengan sistem saat ini. Perlahan-lahan mereka sadar bahwa akar permasalahan dari negeri ini bukanlah hanya dari pemimpin semata . Melainkan sistem dinegeri ini juga mempunyai peran besar dalam rusaknya negeri ini. Rakyat pun sadar bahwa pemimpin yang sekedar berlabelkan muslim tidaklah menjamin perubahan yang diinginkan. Untuk menciptakan perubahan dan perbaikan, pergantian rezim dan sistem mutlak dilakukan.

Alhasil, tak ada alasan lain lagi untuk menolak implementasi syariah dalam bentuk negara. Sebab, mayoritas negeri ini pun lebih percaya pada Islam daripada demokrasi.  Maka, perjuangan menuju Islam yang kaffah adalah jalan terbaik, serta bersatunya kaum muslimin kebangkitan tinggal menunggu waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar