Tifa at-Taqiya ...

Write your dream on the paper with a pencil hope, and let Allah erases some part to change with great story..

Sabtu, 29 Desember 2012

Dakwah bukan sekedar semangat


Bagi para muslim yang sudah tahu bagaimana seharusnya hidup ini di abdikan , hanya satu kata yang ada di otak kita. Yaitu dakwah. Ya.. kata-kata ini seharusnya menjadi ukiran abadi di hati kita. Ibarat jantung,maka ia hanya akan berhenti ketika Allah telah memutus mata rantai kita di dunia yaitu kematian.

Berbagai perjuangan bisa kita lakukan lewat apa saja, selama sesuai dengan thariqah Rasul. Seperti melakukan pembinaan, menulis, lewat audio visual dll. Bahkan seminimalnya , setidaknya hanya mengingatkan sahabat saja sebetulnya itu seudah merupakan akitfitas dakwah. Namun harus disadari bahwa dakwah bukanlah aktifitas biasa yang bisa disamakan dengan aktifitas lain seperti belajar, bekerja, mengurus rumah dll. Namun lebih dari sekedar itu. Sebab dakwah ialah pengorbanan.


Terkadang tanpa kita sadari bahwa kita hendak menjadi seorang pengemban dakwah yang handal. Kita hanya mempunyai modal satu, yaitu semangat. Yaa..tak ada yang menyalahkan hal itu.  Justru semangatlah yang membuat dakwah kita terasa hidup. Kita bisa melihat bagaimana kualitas dakwah orang yang punya semangat dengan orang yang tak punya semangat. Namun cukupkah dengan itu ?
Tidak. Ketika kita ingin sudah meng-azamkan diri menjadi seorang pengemban dakwah. Maka kita dituntut untuk menjadi pengemban dakwah professional. Hanya semangat ?. Spertinya tidak cukup. Lihatlah medan dakwah kita saat ini. Yang kita hadapai bukanlah anak kecil yang hanya bertanya tentang persoalan sepele saja. Tapi kita menghadapi para pemikir pemikir handal di luar sana. Lalu sudahkah kita menajamkan cara berfikir kita ketika melihat sesuatu. Atau cukupkah kita membantah pemikiran mereka dengan semangat tanpa ada tsaqofah, pengetahuan serta argument yang kritis ?.

Lihatlah diluar sana ?. Musuh kita bukan hanya orang sebangsa yang berbahasa sama dengan kita. Tapi ribuan agen liberal mancanegara yang berusaha menghancurkan mereka. Lalu siapkah kita jika tiba-tiba kita diminta ke palestina atau inggris untuk membantu saudara – saudara kita berdakwah? Atau apa yang anda lakukan jika seorang turis menghina Islam didepan anda? Apakah kita memiliki kemampuan yang cukup? Sudahkah kita mempunyai kecakapan berbicara serta kemampuan berbahasa internasional layaknya para professional.  Apakah kita setara untuk melawan mereka yang secara kualitas berkelas ‘A+’.

Lihatlah para pemikir barat, mereka merupakan orang-orang berpendidikan tinggi. Tingkah mereka pun sangat terlihat layaknya intelektual. Ketika berbicarap pun penuh dengan kehati-hatian dan wibawa hingga mereka bisa menyihir para kaum muslimin dengan kharisma mereka. Lalu lihatlah pada diri kita?. Saya tidak meminta untuk menjadi profesor baru menjadi pengemban dakwah, tidak. Tapi, sudahkah kita menuntut ilmu, menjadi pintar dan kuliah setinggi-tingginya untuk kemuliaan Islam ? . Apa yang akan mereka katakan jika para pengemban dakwah merupakan orang-orang yang bodoh, tidak ‘intelek’, dan tidak berwibawa?. Ya.. hendaknya kita harus bercermin.

Ya. Sebagai seorang manusia, seringkali kita mendahulukan nafsu kita tanpa berfikir panjang. Terkadang kita meminta kepada Allah agar dijadikan tentara terbaiknya. Namun, kita sendiri tidak memberikan bekal dan kemampuan yang cukup untuk diri kita sendiri.  Kita meminta kepada Allah agar selevel dengan para sahabat. Namun, kita tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi diri layaknya para sahabat yang mempunyai intelektualitas, kecakapan berbicara, serta penguasaan bahasa yang luar biasa.
Bagaimana mungkin Islam akan tersebar hingga 2/3 dunia, jika para sahabat dan generasi daulah mempunyai kualitas seperti kita.  Sahabat merupakan orang-orang terpilih yang mempunyai kualitas super. Lihatlah Mush’ab bin umair, beliau merupakan orang yang mempunyai kecakapan berbicara yang luar biasa tanpa kemampuannya yang handal mungkinkah ia bisa meng-Islamkan satu madinah. Lalu lihatlah Muhammad Al-fatih, dalam usia yang muda ia mampu menguasai lebih dari 5 bahasa asing hingga ia dikagumi oleh para musuhnya dan pemuka eropa. Dalam argumen, tak usah diragukan lagi. Sebab, tsaqofah dan pengetahuannya begitu luas akan dunia. Hingga musuhnya pun harus mengakui kemampuannya dalam beretorika.

Sekarang, kembali lagi ke kita. Sudahkah kita ,mempunyai kualitas kita sebagai pengemban dakwah yang baik. Islam memang tidak menuntut kita untuk bisa dalam segala hal. Namun, apakah kita hanya mau menjadi pengemban dakwah yang biasa dibandingkan yang luar biasa ?. Ini bukan untuk menciutkan nyali kita, tapi seharusnya ini menjadi cambuk bagi kita semua. Ini adalah pertanyaan sejauh mana kemauan kita mendedikasikan diri kita untuk Islam. Ingat! Dakwah adalah pengorbanan.Maka berikannlah yang terbaik untuk Islam. Tidak ada kata tidak bisa, semua akan menjadi bisa jika kemauan kita kuat. Dan niatkanlah semuanya karena Allah.Semoga kita bisa menjadi para tentara ALLAH yang terbaik, amieen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar