Tifa at-Taqiya ...

Write your dream on the paper with a pencil hope, and let Allah erases some part to change with great story..

Jumat, 26 Juni 2015

Berfikir Skala Besar

Beberapa minggu yang lalu , tepatnya hampir sebulan sih sebetulnya , saya mengikuti agenda monev PKM yang diselenggarakan oleh dikti. Apaan monev? Jadi monev itu singkatan dari Monitoring dan Evaluasi. Kalo misalnya PKM ( Proposal Kegiatan Mahasiswa) kita di danai , nah akan ada monev untuk mengecek sejauh mana progres kegiatan kita .  Di agenda tersebut, kita dibagi-bagi perkelas untuk mempresentasikan di depan penguji terkait dengan kegiatan kita. Nah karena presentasinya itu gak cuma di depan penguji tapi juga peserta lain, kita yang belum maju  jadi bisa liat apa aja kegiatan yang diajukan oleh kelompok lain.

Yang akan menjadi pembahasan saya disini adalah bukan tentang mekanisme monev itu sendiri.  Tapi tentang kekaguman saya yang luar biasa dengan pemuda negeri ini. Di monev kemarin, saya benar-benar terkagum kagum dengan  mereka. Bayangkan di bandung saja.. ada sekitar lebih dari 200 tim dengan gagasan yang berbeda-beda.  Dan gagasan ini bukan sekedar gagasan biasa lho, tapi gagasan yang memang dibuat untuk kemudian memudahkan negeri ini dalam menyelesaikan masalahnya.  Ada yang membuat sistem input database kurikulum 2013,  terus ada yang buat sumber energi baru dari limbah, bikin edible film dari limbah dsb. Baik itu gagasan terkait dengan masalah sosial, maupun iptek.


Saya jadi mikir dan tertegun dalam hati. “ Ya Allah.. ini anak-anak kaum muslimin cerdas cerdas lho.. berarti sebetulnya negeri ini bisa kan bangkit dan maju ?” . Bagaimana tidak ? Dalam acara ini saya melihat betul, bagaimana pemuda negeri ini benar-benar mengunakan otaknya untuk  membantu negeri ini. Tapi masalhany, kenapa ya sudah begitu banyak gagasan ini di ajukan tetap saja negeri kita terjebak pada masalah yang tak kunjung usai. Bahkan semakin ke sini, seolah harapan itu kian redup. Berkaca dari PKM saya yang dananya tak kunjung datang.. saya mikir , hmm mungkin itu salah satu penyebab kenapa begitu banyak gagasan di negeri ini muncul namun tak terlihat pengaruhnya dinegeri ini. Ya, karena negara tak memfasilitasi.

“ Wedeeehh.. suudzon lo tif”

Eh bukan suudzon ya, emang kenyataanya begitu.  Begitu banyaknya pemuda-pemuda cerdas yang lahir dari negeri ini, namun tak difasilitasi dengan serius oleh pemerintah. Walhasil .. ya ada dua kemungkinan. Gagasannya mandek karena tidak di tindak lanjut oleh pemerintah, kedua  yaa diambil alih sama negara lain supaya diterapkan.  Sedih kan ?

Masalah ini pun sebetulnya udah kayak lingkaran setan. Misalnya gini, kurangnya dana pendidikan karena  anggaran kita kurang banyak, trus di lanjut lagi anggaran kita kurang banyak karena sumber pemasukan kita kurang. Sumber pemasukan kita kurang kenapa ? Katakanlah .. krena SDA kebanyakan di ambil alih sama asing . Kok bisa malah dikelola asing ? Kan itu punya Indonesia ?.Nanti ada yang nyeletuk.. salahin yang buat hukum dong, tuuh DPR yang tak terdidik.. tergoda bikin UU pro Asing demi uang gak seberapa.   Walhasil .. pendidikan disalahin karena gak bisa mencetak manusia yang beriman dan memiliki hati nurani. So, dari mana kita harus menyelesaikan masalah ?

Miris kan. Yup, kita hidup di sebuah dunia yang bahkan manusia pun bingung untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Mau memulai dari sini, terbentur dengan kebijakan yang satu. Mau memulai mengubah dari sisi yang lain, eeh terbentur dengan kondisi yang terbatas.  Sering kali kita berfikir dengan pola berfikir “reduksionisme” alias menyelesaikan masalah dari sudut pandang tertentu saja. Padahal pandangan seperti ini hanya berlaku pada permasalahan skala lab, dan tidak bisa di gunakan pada  skala kehidupan manusia yang kompleks. Sebagai contoh, untuk mengetahui apakah solusi dari penyakit”  A” pada tanaman x adalah Y. Bisa saja di test di laboratorium. Di uji variabel bebas dan kontrol .. dan sebagainya. Tapi kehidupan manusia ? Bisakah seperti itu. Tidak . Sebab, kehidupan manusia saling keterkaitan satu sama lain.. Kehidupannya terdrindar banyak dimensi mulai dari faktor pendidikan, ekonomi, politik dsb. Sehingga jikalau kita ingin mengubah hanya dari satu dimensi saja. maka akan terbentur dengan yang lain.

Dalam buku yang saya baca, judulnya “ Ketika Barat memfitnah Islam”, disana dikatakan bahwa salah satu penyebab mengapa kondisi dunia kita semakin kacrut, bahkan ilmu pengetahuan pun tak mampu menyelesaikan rusaknya peradaban saat ini., ialah akibat manusia berusaha menyelesaikan permasalahanya dengan pandangan reduksionisme tadi. Tanpa akhirnya berfikir secara komperhensif apa akar masalahnya. Jika kondisi dunia , atau gak usah jauh jauh .. negeri kita aja deh dalam  kondisi terpuruk  di semua dimensi, maka sudah saatny kita berfikir melihat permasalahan dalam perspektif yang lebih komperhensif.  Karena kita sedang berbicara masalah kehidupan manusia. Krisis ekonomi yang menahun, kerusakan moral msyarakat yang semakin menajdi, neoimperialisme di negera berkembang, sekulerisasi agama di hampir setiap jengkal negeri, krisis pangan bahkan di negeri yang kaya SDA,  krisis kesehatan yang melanda penduduk di satu benua. Tidakkah kita berfikir ... bagaimana bisa masalah dari dimensi yang berbeda2, namun muncul dalam waktu yang sama ? Apakah manusia hari ini sebegitu bejatnya dan berbeda dengan manusia jaman dahulu ? Apa yang menyebabkan ini semua terjadi ? Kalo saya sih udah ada jawabanya, .. lihat ya pandangan saya di post sebelumnya judulnya “ Sebuah peradaban yang gagal”

Intinya dari yang saya  bahas kali ini adalah... Pertama, gagasan tanpa adanya wadah untuk diterapkan akan mustahil menyelesaikan. Apalagi jika gagasan itu hendak mengubah sebuah negara yang sedang terjangkit oleh penyakit akut. Itu akan sangat sulit. Karena pasti akan terhalang dengan berbagai kendala, mulai dari dana, birokrasi, kebijakan dalam negeri, ataupun terhalang oleh masalah di dimensi lainnya seperti ekonomi, kondisi perpolitikan dsb. Saya tidak meminta para pemuda untuk tidak membantu negeri ini keluar dari permasalahan. Sebab kita masih dalam keterpurukan bukan karena generasi muda kita yang bodoh, tapi karena kita hidup dalam sebuah sistem yang membodohi kita dan membuat potensi kita terkubur ataupun terampas oleh  yang lain. Tapi sungguh sangatlah efektif.. jika sambil kita memadamkan api yang tengah berkobar, mari kita cari akar masalah dari semua masalah yang ada. Agar kita nanti tak perlu berlelah ria mencari sumber air untuk memadamkan api yang tak kunjung redaTeruslah berkarya... terus berfikir .. buat dunia ini menjadi tempat yang baik untuk di tinggali manusia, serta buktikan pada dunia bahwa Islam adalah Ramhamatan lil ‘alamin yang dapat menjadi solusi bagi kerusakan peradaban saat  ini.  Good Night !


Tidak ada komentar:

Posting Komentar