Suatu hari ,
sebut saja mawar. Melakukan aktifitas rutinnya untuk bertemu dengan seorang
teteh yang selama ini mengajarkannya ilmu Islam. Disitu dia ebrcerita tentang
banyak hal. Kemudian terceletuk dari sang teteh . “ mawar itu belum dewasa
....”. Deg,... Mawar tertegun. Bukan karena tersinggung.. tapi mencoba berfikir
apa itu dewasa.
“ Dewasa itu
ketika kita mampu menundukan segala sesuatu sesuai dengan hukum syara’.. baik
itu marah, senang , sedih, suka benci semua ditundukan dalam hukum syara’ “. Ya,
mawar tertegunn mengingat hingga hari ini dia belum mampu myalurkan marah atau
rasa tidak sukanya sesuai dengan huku syara’. Melakukan sesuatu kadang masih sesuai
dengan mood, memenangkan rasa malas dalam beberapa aktifitasnya. Mawar pun
kadang masih menyukai hal-hal yang belum tentu dibolehkan dalam syara’. Mawar kembali merenung “ sekian lama.. aku
mengkaji namun kedewasaan belum nampak.. “
Pantas pula..
ia dikatakan belum dewasa.. Saat ia tengok sahabat-sahabatnya , dahlia, melati,
anggrek.. mereka mampu menundukan hawa nafsunya sesuai dengan hukum syara.
Pantas pula akhlak rupawan yang tampak. Kini ia menyadari bahwa selama ini ia
memilki anggapan yang salah ttg akhlak. Ia
beranggapana bahwa akhlak hnyalah hiasan perilaku, bukan sebagai suatu
hukum syara’ yang memang harus dilakukan. Semisal tersenyum, mawar sangat
enggan untuk tersenyum krna menurutnya itu hanyalah hiasan diri dan mubah-mubah
saja senyum atau tidak. Padahal disitu terikat hukum syara’ yang harusnya
terdapat jiwa semangat untuk mengamalkannya. Ataupun empati, awalnya tanpa
sadar ia beranggapan empati atau tidak dengan orang lain. Itu sah-sah saja..
Padahal
ketika kita meliat kembali pada hukum syara’, Rasulullah telah mensyariatkan.
Mawar pun sadar ia jarang sekali memperhatikan hal-hal kecil.. terutama pada
dirinya. Ia terlalu fokus pada hal-hal besar, hingga ia lupa bahwa ternyta ia
belum dewasa. Dewasa bukanlah karena kita sering menyelesaikan hal-hal besar,
bukan pula karena status kita, bukan karena aktifitas kita yang layaknya orang dewasa.
Bukan . Tapi mengatur apa yang tampak dari diri kita maupun tidak tampak sesuai
dengan hukum syara’. Apakah telah sesuai dengan yang disyariatkan atau tidak.
Apakah mengikuti ego dan hawa nafsu ini.
Satu lagi...
mawar semakin terhenyak ketika seorang pembicara dalam seminar Islam mengatakan
bahwa” Sikap terlalu reaksioner kita ...
khususnya dalam dakwah mengindikasikan ketidak dewasaan dalam diri kita”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar