Aku pun bertanya-tanya. Apakah di hari tua nanti aku akan begitu juga ? Apakah di hari tuaku
aku bisa se-semangat beliau ? Padahal di masa muda begini saja masih
ogah-ogahan. Inikah yang dikatakan menghabiskan umur untukNya ?
Sebelumnya aku sama
sekali belum memahami betul dan menyadari sepenuhnya. Tapi melihat beliau yang
sudah tua, rasanya kita kayak ditampar berkali-kali.
Kawan, ternyata
memberikan hidup kita hanya kepada Allah itu bukan pekerjaan biasa. Namun ialah
saat hidup kita memang difokuskan hanya untuk itu. Dakwah dan berbuat kebaikan
bukanlah pekerjaan sampingan. itu artinya berdakwah dan kebaikan itu ,enjadi
aktifitas primer yang tanpanya hidup kita berasa aneh. Begitu pun akhirat, ia
bukan fokus sekunder dalam kehidupan. Melainkan fokus primer. Jika pikiran kita
itu 100 %, maka seharusnya 80 % diisi oleh pikiran bagaimana caranya agar
dakwah bisa berjalan. Bagaimana agaar kita bisa diridhoi oleh Allah. Bukan
akhirnya 40 % untuk dakwah , 60 % yang sisa untuk kuliah atau karir. Bukan. Itu berarti fokus utama kita masih dunia. Sayangnya di kenyataan , kita sering kali
berbalik. Jujur, saya Latifah Nurhidayah binti Beni Hartono.. masih demikian.
Kalo refleksi, kayaknya pikiran diotak saya lebih banyak tentang kuliah
dibanding dakwah atau perbaikan diri menuju ridha Allah. Dan kamu tahu apa ?
Tandanya kita masih menjadikan akhirat dan ridho Allah di urutan no 2.
Nge-Judge banget ya
pernyataan saya ? Gpp lah.. diri ini kudu dikerasin biar nyadar.
Terus gimana ngedeteksi
apakah kita memang serius menjalani hidup untuk keabadian alias akhirat ?
Gimana caranya ngedeteksi bahwa yang jadi pikiran primer kita adalah akhirat ?
Simple unutk mendeteksinya. Cek saja perasaan
kita. Apakah kita lebih kesal saat kebaikan dalam hidup kita tak optimal. Atau
lebih kesal saat tak mampu dapat nilai
bagus di ujian ? Atau untuk mendeteksi
fokus utama pikiran kita. Mari kita cek.. lebih sering memikirkan strategi
kuliah dan masa depan duniawi.. atau lebih sering memikirkan efektifitas dakwah
? silahkan kita jawab masing-masing. Saya nulis ini bukan berari mendikotomi aspek
kehidupan ya. Tapi hanya berusaha untuk meluruskan pemahaman saja. Sebab kita
sering bilang .. tujuan hidup kita untuk beribadah kepada Allah. Tapi kita
sering lupa, bahwa rupanya kehidupan kita lebih disibukan pada aktifitas
keduniawian.
Bagaimana jika memang
kuliah atau karir kita memaksakan sebagian waktu dari 24 jam jatah kita tersita
untuk itu ? berarti manfaatkan lah waktu itu sebaik-baiknya. Dan jadikanlah
waktu kuliah tadi sebagai ladang untuk mencari pahala.. dengan cara amar ma’ruf
nahi munkar, berbuat kebaikan dsb.
Saya pernah dapet
kata-kata yang njleb banget.
“ Living for Allah means
focusing less on who you are, and focusing more on Allah wants to be” artinya Hidup
untuk Allah berarti sedikit fokus akan siapa dirimu, dan fokus dengan apa yang
Allah inginkan dari mu .”( kurang lebih gitu.. jelek kalo diartiin tanpa modif)
Silahkan anda punya
cita-cita setinggi mungkin.
Tapi ingatlah dan
tanyakan pada diri ini. “ Untuk siapa kita hidup ?”
Apakah untuk Allah ? atau
diri sendiri.
Jawabannya kini ada di
aktifitasmu sekarang.
So,mari kita muhasabah
diri kita . Hisab diri kita sebelum Allah menghisab kita.
Wallahu’alam
# Tulisan ini tifa buat,
juga sebagai cambuk atas diri sendiri yang begitu lemah melawan hawa nafsu. Tulisan
yang tifa buat bukan berarti tifa pun sudah terbebas dari hal ini... justru
berusaha untuk menjadi pribadi yang terbaik di sisi Allah. Semoga Allah
melindungi kita semua dari penyakit hati. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar