Bulan ini
menjadi salah satu bulan yang paling mendebarkan bagi rakyat Indonesia, khususnya
pelajar. Selain bulan ini lahirnya pancasila,terus mungkin jadwal nikahan orang,
ataupun bulan untuk melahirkan, tapi ada SATU yang setiap tahun menjadi sorotan
bagi kita semua. Ia adalah Pengumuman Kelulusan. Bagi anak yang masih bau
kencur khususnya yang biru – biru dan abu – abu. Ini merupakan momen bersejarah,
sampe2 harus nyiapin pylox untuk diukir dalam seragam. Begitu pentingnya , ampe
– ampe siapin tali rapia buat buat bunuh dari kalo gak lulus.
Uhhh..
jleb, kok dalem sih peri cantik!. Nah ini, bukannya dalem tapi memang begitu
kenyataannya. Sebegitu pentingnya kelulusan dianggap, hingga mengorbankan
semuanya. “ ya iyaaallaah kalo gak lulus gimana mau kuliah ? kan malu”. Ya ya
betul, peri cantik bisa mengerti hal itu. Namun di sini, yang akan peri cantik
garis bawahi adalah tentang paradigma lulus itu sendiri dengan kaitannya dengan
sistem pendidikan sekarang. ( ooh bahasanya berat euuy)
UN yang
ditetapkan oleh pemerintah sebagai syarat kelulusan, kini bukannya memotivasi
pelajar giat belajar. Justru menjadi momok, bagi pelajar di Indonesia. Mental
pelajar yang lemah, membuat UN menjadi majikan mereka untuk berbuat kecurangan
. Paradigma pelajar Indonesia dalam memaknai arti keberhasilan dalam belajar,
akhirnya hanya seputar situ – situ saja alias nilai doang. Mereka memaknai
bahwa ketika sudah lulus
UN dengan nilai baik, berarti sudah berhasil menempuh
pendidikan menengah. Padahal kita tidak bisa menyimpulkan , hanya dengan 3 hari
bertarung melawan ujian berarti ia sukses selama 3 tahun belajar.Inget
pendidikan Islam mengajarkan kita melihat segala sesuatu dari proses bukan
hasil. Hasil mungkin ,memang cerminan keberhasilan seseorang. Namun , itu tidak
menentukan 100 %.
Karena
persepsi yang salah, serta rendahnya taraf berfikir pelajar Indonesia. Maka
mereka pun melakukan apapun demi mencapai kelulusan tersebut. Membeli kunci
jawaban, menyontek teman, membuka buku , dll. Justru sekalipun mereka lulus,
ada satu hal dari mereka yang hilang. Yaitu keintelektualitas mereka. Bagaimana
mungkin calon generasi bangsa, rela melakukan sebuah perbuatan hina demi
segores tinta bertuliskan “lulus”. Lalu, kalo begitu sudah jelas sekali masa depan
negeri ini. Tak heran kalau negeri ini hanya bisa menang angka namun minim
penemuan.
Nah , dari
situ , semua ini tak lepas dari sistem pendidikan saat ini. Sistem pendidikan
kapitalis hanya mencetak seorang “pekerja” bukan penemu. Para pelajar akhirnya
hanya focus bagaimana mendapatkan nilai yang bagus bukan bagaimana menemukan
dan menciptakan hal2 baru. Selain itu , mengapa hal ini terjadi, sebab terjadi
hubungan yang tidak sinkron antara
tuntutan pemerintah terhadap pelajar Indonesia dengan fasilitas yng diberikan
oleh pemereintah. UN merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang
kontradiksi. Disatu sisi, pemerintah memberikan standar Ujian sional di seluruh
provinsi di Indonesia. Namun, bagaimana nasib para pelajar di pedalaman sana
yang mendapatkan kualitas pendidikan jauh dengan kota besar. Jangan guru yang
berkualitas, gedung saja belum tentu punya.
Bagi peri
cantik ! ini adalah hal nyeseeuuukk banget. Jelaslah , akibat sistem pendidikan
kita yang gak jelas ini. Nasib, anak bangsa harus dikorbankan. Swastanisasi
pendidikan juga makin memberatkan rakyat, seolah – olah hanya rakyat kayalah
yang mampu menikmati sekolah dengan kualitas internasional. Katanya ingin
memajukan anak bangsa? Namun kenapa kebijakan pemerintah seolah – olah
menghambat itu semua. Jika ‘kami “ bodoh siapakah yang akan melanjutkan
kepemimpinan angsa ini? Apakah orang kaya saja ? tentu tidak. So , siolusi yang
gak bosan2 peri cantik sampaikan adalah diterapkannya sebuah sistem yang mampu
melaksanakan pendidikan terbaik. Dalam sistem ini, para pemuda ditargetkan
mejadi kaum intelektual dan penemu hal – hal baru,bukan untuk bekerja.
Pendidikan dianggap sangat penting, hingga semua rakyat dapat menikmatinya baik
yang muslim maupun nonmuslim. Ilmu dianggap begitu berharga, hingga para
penulis dibayar sesuai dengan berat buku yang ia buat. Bahkan, saking barat
begitu mengaggumi sistem pendidikan ini, eropa pun banyak mengirimkan
utusannyake negeri ini. Apakah negeri itu dan bagaimana sistemya ? Ia adalah
sistem Islam dalam naungan khilafah. Telah terbukti, dengan sistem pendidikan
Islam daulah mampu melahirkan ilmuwan besar seperti Ibnu Sina, Maryam al –
astrulabi, Al haitsam dll.
So, kalau
udah tahu sistem apa yang lebih bener, ngapain pake yang lain.. Bikin
capeeekk.. tahu padahal kan pendidikan buat kita semua ? aku , kamu , dia ,
mereka dan kitaaa semua..! so.. Rise Islam up..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar